Koalisi Sipil Desak Revisi UU Polri: Batasi Kewenangan, Tegaskan Akuntabilitas dan Profesionalisme

Uncategorized51 Dilihat

chakra-news.com – Jakarta – Koalisi Sipil Reformasi Polri (KORSPRI) menyerukan perlunya revisi menyeluruh terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan fokus membatasi kewenangan Polri di bidang tindak pidana khusus, memperjelas fungsi intelijen, menempatkan Polri di bawah koordinasi kementerian sipil, serta menegaskan batas masa jabatan Kapolri dan sistem promosi berbasis prestasi.

Ketua KORSPRI Laode Kamaludin menegaskan bahwa revisi UU Polri adalah langkah krusial untuk memastikan kepolisian Indonesia benar-benar bekerja sebagai alat negara yang profesional, transparan, dan tunduk pada prinsip-prinsip demokrasi serta supremasi hukum.

“Kami melihat banyak pasal dalam UU Polri saat ini yang terlalu luas dan berpotensi disalahgunakan. Wewenang penyidikan Tipikor, Tipiter, dan Tipidsus seharusnya dibatasi dan dialihkan pada lembaga khusus agar tidak terjadi konflik kepentingan,” ujar Laode Kamaludin dalam pernyataannya di Jakarta.

Dalam kajian KORSPRI, sedikitnya terdapat enam poin utama yang harus menjadi fokus revisi, Pembatasan kewenangan Tipikor, Tipiter, dan Tipidsus, Pasal 14 dan 15 perlu direvisi agar penyidikan tindak pidana khusus hanya dilakukan oleh lembaga yang berwenang seperti KPK atau Kejagung RI sesuai undang-undang khusus.

Pembatasan fungsi intelijen Polri, Polri hanya boleh menjalankan fungsi intelijen di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, bukan intelijen strategis negara.
Penempatan Polri di bawah kementerian sipil, Pasal 8 UU Polri diubah agar Polri tidak langsung di bawah Presiden, melainkan di bawah Kementerian untuk memperkuat pengawasan sipil.
Pembatasan masa jabatan Kapolri , Ditambah pasal baru yang membatasi masa jabatan Kapolri maksimal 3 tahun.
Sistem promosi berbasis merit dan prestasi, Pasal 25 dan 32 diperkuat agar pengangkatan jabatan dan kenaikan pangkat didasarkan pada kinerja dan integritas, bukan kedekatan atau senioritas.
Lebih lanjut, Laode Kamaludin menekankan bahwa reformasi Polri tidak boleh dilihat semata sebagai isu internal kepolisian, melainkan bagian penting dari reformasi demokrasi.
“Kita ingin Polri yang berpihak pada warga negara, bukan pada kekuasaan. Polri harus bekerja berdasarkan hukum dan prestasi, bukan karena kedekatan atau perintah politik,” tegasnya.

KORSPRI menilai bahwa kelembagaan kepolisian yang sehat dan akuntabel akan memperkuat kepercayaan publik terhadap negara dan menjadi pondasi supremasi hukum yang sesungguhnya.

KORSPRI juga mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dan Pemerintah agar membuka ruang partisipasi publik dalam pembahasan revisi UU Polri.

“Kami mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, akademisi, dan media untuk ikut mengawal proses revisi ini. Tanpa reformasi Polri, tidak mungkin kita bicara soal penegakan hukum yang adil dan beradab,” pungkas Laode Kamaludin.